P.Siantar, BoaBoaNews (5/3-21)
Lahirnya Perpres No 88/2017 tentang TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) adalah salah satu terobosan Presiden Jokowi untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat, yang selama ini sering memicu persoalan antara Petani/masyarakat dengan Pemerintah/BPN/Kehutanan.
Demikian diungkapkan Tigor Siahaan, dari UPTD Kehutanan P.Siantar Kamis 4/3-2021 di kantor UPTD Jl.Simbolon, P.Siantar.
Tigor salah Seorang Kepala Seksi yang membidangi Reformasi Objek Agraria ini menerangkan bahwa Program TORA ini lahir setelah menelaah, mensurvey, meneliti dan menganalisa aspirasi masyarakat/Petani yg sudah puluhan tahun disuarakan kepada Pemerintah.
Tigor menjelaskan bahwa kasus-kasus tanah muncul karena tapal batas yg selama ini kita akui masih peninggalan Belanda yang dulu menetapkan batas hutan, tanpa bermusyawarah dengan masyarakat adat maupun pemerintah Desa. Belanda tidak mengakomodir suara rakyat yang menjadi jajahanya, dan Republik Indonesia yang sudah Merdeka langsung mengadopsi aturan peninggalan Belanda, hingga Presiden Jokowi menganulir melalui Perpres 88/2017 ini.
Masih penjelasan Tigor, penetapan Batas yang baru sesuai Perpres 88/2017, ini ditetapkan secara rinci dan teliti, dengan melibatkan seluruh Aparatur lintas Kementerian sejak dari Pusat hingga Desa.
Menko Ekonomi, Kementerian Kehutanan, PUPR,LKH, BPN, dan Kementerian yg berkaitan, sedangkan di daerah Kordinator Pelaksana adalah Gubernur, dengan Ketua Pelaksana Kadishut, Sekretaris dijabat Kanwil BPN dgn Anggota adalah Dinas-dinas turunan Kementerian yang terlibat di Pusat.
Untuk Sumatera Utara ada 13 Kabupaten yang terlibat dalam Program TORA ini, salah satunya adalah Kabupaten Simalungun. Kabupaten yang menerima manfaat Perpres 88/2017 ini adalah Kabupaten yang masih memiliki Hutan dan ada konflik perbatasan dengan wilayah Hutan.
Di Kabupaten, Aparat yang dilibatkan, juga Dinas dan Badan Turunan dari Kementerian yang terkait seperti Kehutanan dan BPN, namun karena Kehutanan sudah ditarik ke Propinsi, maka UPTD Kehutanan di masing-masing Daerah yang menjadi Pilot Proyek yang dikordinir oleh Bupati.
Untuk Akurasi data, maka Camat dan Kepala Desa menjadi Ujung Tombak sebagai aparat terdekat dengan Batas antara wilayah Hitam dan wilayah Masyarakat.
Tigor menambahkan bahwa disamping aparatur, Tim juga mengakomodir masukan dari Tokoh Adat yang dibanyak Daerah adalah Representasi pemilik Tanah Ulayat yang di Program TORA ini turut diakomodir. Maka harapan kita semua, setelah Program ini di Eksekusi, konflik pertanahan diharapkan turun ke titik Nol.
Hanya sayang hingga saat ini TORA yang sudah final dengan Perpres ini, masih menunggu pembiayaan, yang seyogianya sudah dieksekusi di 2021 lalz harus tertunda akibat pandemi Copid 19. Eksekusi TORA ini memberikan kepastian Hukum, karena setiap Warga yang menerima manfaat TORA ini langsung diserahkan Sertifikatnya.
Semoga Copid 19 bisa diatasi di 2021 ini agar TORA ini bisa dieksekusi fi tahun 2022 mendatang ujar Tigor Siahaan mengakhiri. (OR/EP)