Pematang Siantar BoaBoaNews
SK Walikota nomor: 690/661/Xll/WK/2020, tentang Beban Tetap Air Minum, Pelanggan PDAM TIRTA ULI, menuai Perlawanan dari PELANGGAN.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya protes dari Pelanggan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara Berkelompok.
Salah satu bukti perlawanan adalah banyaknya Berita Penolakan yang terpantau di Media Cetak maupun Media Siber, begitu juga ungkapan penolakan sekaligus kekecewaan para Pelanggan yang terungkap di Media Sosial, terutama ketika Direksi dan Walikota justru mempraktekkan Arogansi Kekuasaan disaat Pelanggan menghadapi situasi sulit akibat Wabah Copid 19, melumpuhkan Sosial Budaya, Ekonomi serta keuangan Rakyat seluruh Dunia, tanpa kecuali kota Pematang Siantar.
Kegelisahan ini ditangkap Aktivis yang menterjemahkan Perlawanan Pelanggan dengan menggelar Unjuk Rasa menolak pembebanan yang tak berdasar, dan arogansi kekuasaan yang picik dan bernilai rendah, yang menunjukkan dangkalnya kemampuan manajemen Direksi dan Walikota untuk meningkatkan pendapatan Perusahaan Daerah.
Beberapa LSM yang Perduli keluhan Rakyat telah menggelar Aksi, seperti LASSER dan PMPRI serta Aktivis lainnya yang menolak pelaksanaan biaya tambahan yang berjudul ‘BEBAN TETAP’ dikenakan kepada Pelanggan, pada saat Pelanggan menderita ak8bat wabah Copid 19, ditambah lagi Puasa Ramadhan sudah di ambang pintu.
Hari ini Kamis 1 April 2021, pukul 11.00 wib, LSM PMPRI yang dimotori Marshal Harahap, menggelar aksi ke DPRD Kota Pematang Siantar, setelah 3 hari sebelumnya mengirimkan surat pemberitahuan, namun apa lacur? DPRD Kota P.Siantar, Komisi ll yang dituju, ngacir ke Medan. Komisi ll, lebih memilih berkunjung ke Dinas Pendidikan Propinsi ketimbang menghadapi ‘utusan’ Pelanggan PDAM TIRTA ULI, yang nota bene, adalah Warga yang seharusnya diwakilinya ketika berhafapan dengan Eksekutip.
Kekecewaan para Aktivis kepada Komisi ll, DPRD P.Siantar, dilampiaskan dengan Orasi-orasi yang menggambarkan ‘RendaH’nya kwalitas dan kapabilitas anggota Dewan. Pengunjuk Rasa meninggalkan Kantor Dewan setelah menyerahkan Pernyataan Sikap kepada Srkwan Eka Hendra, yakni: Menuntut DPRD Siantar, agar segera membatalkan SK Walikota nomor: 690/661/Xll/WK/2021, tentang pelaksanaan ‘Beban Tetap’ Air Minum kepada Pelanggan.
Dasar tuntutan:
1.Membebani pelanggan disaat Ekonomi terpuruk akibat Wabah Pandemik Copid 19, saat ini.
2. Pelanggan yang beragama Islam sedang menyongsong bulan Ramadhan.
3. Lahirnya SK penetapan Biaya Beban Tetap tersebut, tanpa sosialisasi apalagi musyawarah dengan Pelanggan..
Setelah menyerahkan pernyataan Sikap Marshal Harahap bersama seluruh Aktivis PMPRI Melanjutkan Unjuk Rasa ke Kantor PDAM Tirta Uli di Jl Porsea Pematang Siantar.
Pengunjuk Rasa diterima oleh Direksi, namun 2 dari 3 Direktur yang hadir, menolak tuntutan Pengunjuk Rasa, dengan bersikukuh tetap melaksanakan keputusan Walikota tentang Biaya Beban Tetap.
Setelah pertemuan Pengunjuk Rasa dengan Direksi buntu, pengunjuk Rasa mengultimatum Direksi dengan pernyataan, apabila Direksi tetap ngotot menerapkan SK Walikota tentang Beban Tetap tersebut, PMPRI beserta beberapa LSM akan menuntut PDAM TIRTA ULI dan Walikota di PTTUN, untuk menggagalkan SK tersebut.
Lahirnya Beban Tetap ini, ditengarai memang didisain oleh PDAM Tirta Uli secara licik dengan tujuan meningkatkan Pendapatan dengan cara membebani Pelanggan. Hal ini muncul setelah ditelisik ke Belakang sebagsimana diungkapkan H Purba, seorang Pelanggan warga Sibatubstu maduk dalam, ketika berbincang dengan BoaBoaNews siang tadi, H.Purba mengatakan bahwa beberapa tahun lalu ketika Dirut di jabat Badri K, Tarip PDAM disesuaikan dengan system biaya bertingkat.
Untuk pelanggan T2 dengan pemakaian:
0 s/d 10 m3, dikenakan tarip Rp 3.550,- /meter kubik.
10 s/d 20 m3 ___@rp 5.370,-/ m3.
20 s/d selebihnya @rp 7.630,-/m3.
Ketika tarip ini diberlakukan, Badri mengatakan bahwa kebijakan yang tak bijak ini, diberlakukan untuk mengajari Pelanggan menghemat pemakaian Air.
Namun kebijakan yang dulu, bertolak belakang dengan latar belakang lahirnya kebijakan yang sekarang. Beban tetap ini justru ditujukan kepa Pelanggan yang hemat.
Pelanggan yang justru pemakayan Air PDAMnya tak mencapai 10 m3, dihukum dengan Beban Tetap, diluar Pemakaian Air/bulan, beber H Purba dengan sengit.
Ini benar-benar ‘PEMERKOSAAN’ terhadap Pelanggan ucap H Purba, dengan nada keras.
Mewakili jeritan Pelanggan ‘yang tak sudi’ diperkosa H.Purba menyerukan kepada Walikota Pematang Siantar dan DPRD, agar membatalkan SK Beban Tetap tersebut dan meminta Walikota mengevaluasi kinerja Direksi yang tak berbobot tersebut, jika tak mampu meningkatkan Pendapatan dengan gagasan yang berkwalitas, dicopot saja, ujar H.Purba mengakhiri.(02)