Pantang, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Adanya UU TPKS dibutuhkan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Sebab permasalahan kekerasan seksual telah menjadi momok dalam pembangunan manusia dan Indonesia,” kata dr Susanti.
Dalam hal tersebut, lanjutnya, negara wajib melindungi warga negaranya dari kekerasan seksual. Salah satunya dengan adanya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS.
“UU ini berisi 93 pasal dan resmi diundangkan setelah ditandatangani Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, pada tanggal 9 Mei 2022 lalu,” lanjutnya lagi.
dr Susanti menjelaskan, UU TPKS sangat urgen. Karena regulasi nasional yang ada selama ini, seperti KUHPidana, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perkawinan, UU ITE, hingga UU Pornografi, belum cukup dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta belum bisa sepenuhnya menjadi payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Secara eksplisit, urai Susanti, banyak korban kekerasan seksual memilih untuk tidak melapor. Sebab dalam realisasinya seksualitas masih dianggap sebagai sesuatu hal yang tabu. Banyak korban yang tidak berani speak up, karena masyarakat secara sosiologis masih menganggap seksualitas itu sebagai hal yang tidak layak diperbincangkan secara terbuka, suatu hal yang tabu, pantang, dan sifatnya cenderung aib. Sehingga hal ini membuat tidak adanya kesempatan bagi korban untuk mencari keadilan.
Pemko Pematang Siantar, sambungnya, mengucapkan terima kasih kepada BPC GMKI Pematang Siantar-Simalungun yang telah menyelenggarakan webinar ini. Sehingga UU TPKS bisa tersosialisasikan di kalangan masyarakat.
“UU TPKS adalah hasil kerja dan komitmen dari pemerintah. Maka dari itu, kami berharap implementasi UU ini nantinya dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak di Indonesia. Karenanya, perempuan Indonesia tetap harus semangat,” terangnya.
dr Susanti juga berharap UU TPKS mampu menjadi sarana mencegah kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi para pelakunya.
“Walaupun sudah ada undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual, Namun kita semua, khususnya kaum perempuan hendaknya tetap menjaga diri dari peluang menjadi korban kekerasan seksual,” papar Susanti.
Jika tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lainnya bisa diminimalisir termasuk di Kota Pematang Siantar, menurut dia, tentunya ini akan turut mempercepat terwujudnya Pematang Siantar Sehat, Sejahtera, dan Berkualitas.(Togar Sinaga)