Pematang Siantar BoaBoaNews
Beberapa Kelompok Mahasiswa Tahun Terakhir memohon BoaBoaNews menerbitkan Skripsi mereka.
Ini salah Kajian Satu Kelompok
PERKEMBANGAN ASAS DESENTRALISASI PADA MASA SEBELUM REFORMASI DAN SESUDAH REFORMASI
Email : agnessitorus948@gmail.com
Disusun oleh : Acnes M sitorus(2101050007)
Elmi Rutmita(2101050010)
Marintan F Silalahi (2101050004)
Abstrak
Istilah otonomi secara etimologis berasal dari bahasa latin “autos” yang berarti menyendiri dan “nomos” yang berarti mengatur, sehingga otonomi dapat diartikan sebagai pengaturan diri, pengaturan atau pemerintahan sendiri Otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan oleh negara kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai denagan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun efektivitas pelaksanaannya tetap menjadi hal buruk. Secara keseluruhan, otonomi daerah di Indonesia masih dalam tahap perkembangan dan masih banyak tantangan yang perlu diatasi,walaupun sudah ada beberapa pelaksanaan dari otonomi sudah terjalanankan sesuai dengan aturan-aturan dari otonomi daerah.
Abstract
The term autonomy etymologically comes from the Latin “autos” which means to be alone and “nomos” which means to regulate, so that autonomy can be interpreted as self-regulation, regulation or self-government. Regional autonomy is the authority given by the state to autonomous regions to regulate and manage their households. itself in accordance with applicable laws and regulations. Autonomy aims to improve community welfare. However, the effectiveness of its implementation remains a bad thing. Overall, regional autonomy in Indonesia is still in the development stage and there are still many challenges that need to be overcome, although there have been several implementations of autonomy that have been carried out in accordance with the rules of regional autonomy.
kata kunci : Perkembangan, Desentralisasi, Otonomi Daerah Perbandingan.
Keyboard :Development, Decentralization, Regional Autonomy comparison
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945, pemerintahan mengeluarkan undang undang nomor 1 tahun 1945 yang memberatkan azas dekonsentrasi dan mengatur pembentukan komite nasional daerah , keresidenan ,kabupaten,dan kota berotomia, Setelah pemilihan 1955, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 menetapkan bahwa negara itu terdiri dari tiga tingkat daerah: negara bagian, kabupaten, kota besar, dan kota kecil. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 kemudian menggantikan undang-undang tersebut. Setelah pemilihan 1955, negara menjadi negara bagian, kabupaten, kota besar, atau desa kecil. Pada tahun 1957, Undang-Undang Nomor 1 tentang Pemerintahan Daerah mengubah negara bagian otonom menjadi negara bagian, dan wilayah Republik Indonesia menjadi provinsi dan kota kecil. Setelah dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 , Presiden Soekarno mengeluarkan undang-undang nomor 6 tahun 1959 untuk menangani masalah politik yang dihadapi negara sejak saat itu.di era demokrasi terpimpin,undang-undang nomor 18 tahun 1965 meneguhkan kebijakan desantralisasi dan mengaktualisasikan pendekatan daerah otonom biasa(simetris) dan daerah otonomi khusus (asimetris).undang undang nomor 5 tahun 1974 meneguhkan kebijakan setralistis yang berpusat di Jakarta.kondisi politik tiga negara, yaitu munculnya gerakan pro-demokrasi dan pro-desentralisasi di Indonesia, dipengaruhi secara langsung oleh perubahan global setelah Perang Dingin. PRESIDEN SOEHARTO kemudian menerbitkan KEPPRES NOMOR 11 TAHUN 1996 untuk memperkuat derajat sentralisasi pemerintah pusat dan menetapkan tanggal 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah. Pada akhirnya, setelah PRESIDEN SOEHARTO dipenuhi oleh gerakan reformasi, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dibuat. Undang-undang ini memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah kecuali untuk urusan politik luar negeri, pertahanan, peradilan, dan moneter.
Dalam pemerintahan pusat di negara kesatuan tidak adanya daerah otonomi daerah Walaupun kepada bagian-bagian negara itu diberi otonomi yang luas, karena daerah-daerah itu sebenarnya tidak mempunyai kewenangan, apalagi secara lebih jauh kekuasaan untuk mengurangi kekuasaan dari pemerintah pusat tersebut, menurut Sri Sumantri adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonomi bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitutsinya, akan tetapi karena masalah itu merupakan hakekat dari pada negara kesatuan.perubahan dari asas otonomi daerah karna adanya otonomi daerah yang terjadi di negara Indonesia, persoalan otonomi daerah merupakan suatu persoalan yang sangat kompleks dengan berbagai dimensi.
Persoalan otonomi bukan persoalan hukum dan pemerintah saja, akan tetapi menyangkut juga aspek sosial, politik, budaya, ekonomi, hankam dan lain sebagainya, sehingga persoalannya tidak mungkin di kaji secara monodisipliner, akan tetapi harus secara multi atau interdisipliner. Selain itu juga pengertian mengenai otonomi juga merupakan suatu konsep yang dinamis, senantiasa mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat tersebut.kemudian melihat, apakah otonomi itu berkembang dari bawah dan oleh pemerintah pusat atas dasar permusyawaratan kemudian diberi dasar formil yuridis. Hal ini menuntut kita untuk melihat pengertian otonomi secara lebih terbuka, tidak menutup arti otonomi menurut perkembangan historisnya dan selalu melihat otonomi dalam konteksnya.dari aspek historis otonomi daerah perlu diperhatikan dalam mengkaji masalah masalah tersebut.menurut soepomo bahwa otonomi daerah sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat dan sifat-sifat sendiri-sendiri, dalam kadar negara kesatuan, tiap daerah mempunyai historis dan sifat khusus yang berlainan daripada riwayat dan sifat daerah lain. Berhubung dengan itu menurut pendapatnya pemerintahan harus menjauhkan segala urusan yang bermaksud akan menguniformisir seluruh daerah menurut satu model.dalam pelaksanaan otonomi berdasarkan hukum politik.Negara Kesatuan pemerintah pusat juga memiliki wewenang yang sepenuhnya di dalam seluruh wilayah negara meskipun wilayah negara itu dibagi dalam beberapa bagian, tetapi wilayah tersebut sesungguhnya tidak mempunyai kekuasaan asli,tetapi hal dalam pengawasan oleh negara,kekuasaan yang berlebihan dan akan mengalami proses birokrasi yang panjang terhadap negara besar yang system komunikasinya belum lancar, serta jarak antara pusat dan daerah-daerah jauh, maka akan sering terjadi keterlambatan dalam berbagai hal.pelaksanaan otonomi juga ditentukan oleh politik hukum yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Secara lebih jelas Juniarto menyatakan bahwa luas sempitnya urusan-urusan yang diserahkan kepada suatu pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, tergantung pada politik hukum yang dianut pada waktu itu, yang dituangkan dalam hukum positif. Dari berbagai masalah yang terjadi di indonesia tentang otonomi daerah yang menimbulkan beberapa perubahan di dalamnya, secara konstitusional, yang mengatur tentang daerah-daerah atau otonomi daerah yang tertuang dalam Pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 sebelum mengalami perubahan yang menyebutkan : Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang Undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa.” Tantangan atau pun persoalan daerah sudah terjadi pada tahun 1945 sejak berdiri Negara Republik Indonesia, pada masa sudah ada berbagai peraturan perundang undangan yang mengatur pemerintahan daerah,walaupun tidak sama dengan pada masa saat ini.pada tahun 1945.
Otonomi Daerah pada masa era Reformasi memberikan kewenangan kepada daeah dalam bentuk desentralisasi (penyerahan wewenang) kepada Kabupaten dan Kota, dan memberikan kewenangan Dekonsentrasi (pelimpaha wewenang) sekaligus desentralisasi pada Provinsi.Pelaksanaan otonomi daerah Pada masa reformsi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
Melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah,yang mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi daerah kepada daerah untuk mengurus daerah daerah yang telah di bagi.
Membentuk negara federal dan
Membuat pemerintahan provinsi sebagai agen murni dalam pemerintahan pusat.
pada saat pemerintahan Habibie pada saat itu yang memperlakukan asas dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan undang-undang No.5 tahun 1974,dan memperlakukan undang undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan undang -undang No.25 tahun1999 tentang pemerintahan daerah yang berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lainnya:
Dalam undang undang No.5 tahun 1974 dalam pelaksanaan otonomi daerah yang lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak,sedangkan undang-undang No 22 tahun 1999 menekankan pentingnya kewenangan daerah yang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.
Prinsip yang menekankan asas desantralisasi dan dilaksanakan secara bersama sama dengan asas dekonsentrasi yang diatur dalam undang undang No.5 tahun 1974 tidak digunakan lagi.
Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Dalam Sistem otonomi daerah yang dianut dalam undang undang No.22 tahun1999 yaitu otonomi yang sangat luas,kecuali kewenangn pemerintah yaitu dalam bidang politik dalam negeri,hankam,peradilan moneter dan fiskal.
Otonomi daerah diberikan kewewenangan dan kebebasan untuk membentuk dalam melaksanakan dalam membuat kebijakan menurut prakarsa dan apresiasi masyrakat.
Kabupaten dan kota sudah menggunakan asas desantralisasi atau otonom.
Pemerintah Daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya, DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerja sama antar Kabupaten atau Kota.
Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
pada saat itu otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian yang merupakan wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. sebab itu, usaha membangun keseimbangan harus diperhatikan dalam konteks hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah. Artinya, daerah harus dipandang dalam 2 kedudukan, yaitu: sebagai organ daerah untuk melaksanakan tugas-tugas otonomi; dan sebagai agen pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan pusat di daerah,dengan pemberian hak otonomi yang dititik beratkan pada pemerintahan kabupaten/kota, bukan pada pemerintahan provinsi karena dianggap level pemerintahan yang paling dekat dengan problematik dan kebutuhan masyarakat (Rasyid, 1999), kemudian mengalami pergeseran sebagaimana amandemen UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menjadi undang undang .
Pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia.
Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif dalam program pembangunan dari pusat. kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
Mengacu pada UU ini, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang diberlakukan .Selanjutnya yang dimaksud dengan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.Dalam Undang-Undang ini Azas Desentralisasi di laksanakan di Propinsi dan Kabupaten/Kota, sedangkan Dekonsentrasi hanya di laksanakan di Propinsi. Pada periode ini hampir mirip seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yaitu menempatkan DPRD sebagai bagian Pemerintahan Daerah bersama-sama Kepala Daerah, menjalankan Pemerintahan Daerah (DPRD merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah). Kepala Daerah tidak lagi bertanggungjawab kepada DRPD tetapi bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Undang-Undang ini sudah mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung oleh rakyat, sehingga demokrasi ada pada rakyat, dan agak istimewanya adalah mengenal adanya otonomi desa.undang undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang telah dicabut dan diganti dengan undang undang Nomor 23 tahun 2014.perubahan undang undang tersebut adalah tentang pembagian urusan pemerintahan pusat ,pemerintahan daerah provinsi,dan pemerintah daerah kabupaten/kota .perubahan tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua aspek yakni perubahan formal dan perubahan materil.perubahan formal merupakan rincian detail bidang urusan pemrintahan yang dibagi antara pemerintah pusat ,pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan/ kota yang semula diatur dalam lampiran peraturan pemrintah Nomor 38 tahun 2007 kini ditingkatkan pengaturannya menjadi bagian dari undang undang No 23 tahun 2014 diharapkan tidak dapat dikesampingkan oleh undang undang lainnya.
Beberapa 1aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
1.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam jurnal ialah metode penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Metode ini digunakan adalah studi pustaka (library research), pengumpulan data dengan cara mencari sumber dan merkontruksi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, dan riset-riset yang sudah ada.penelitian kualitatif dilakukan dengan desain penelitian yang temuan-temuannya tidak didapatkan melalui prosedur statistik atau dalam bentuk hitungan, melainkan bertujuan mengungkapkan fenomena secara holistik-kontekstual dengan pengumpulan data dari latar/ setting alamiah dan memanfaatkanpeneliti sebagai instrument kunci. .
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan dalam penerapan asas desentralisasi pada masa sebelum reformasi dan sesudah reformasi
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari jurnal ini maerupakan untuk mengetahui perkembangan otonomi daerah dan ter realisasikan pelaksanaan otonomi daerah tersebut di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan. . Jadi ada 2 ciri hakikat dari otonomi yakni legal self sufficiency dan actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti self government atau the condition of living under one’s own laws,dan otonomi daerah adalah dimana daerah yang memiliki legal self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws. Desentralisasi merupakan konsekuensi dari demokratisasi. Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintahan yang dipertentangkan dengan sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan pemerintahan lokal, sebab di sana terjadi “ a superior government assigns responsibility, authority, or function to ‘lower’ government unit that is assumed to have some degree of authority. Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah local), merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan sentralisasi. Terjadi pada era Reformasi tahun 1998, dengan amandemen UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada awalnya, masa kolonial Belanda membentuk landasan pemerintahan yang sentralistik, dengan kontrol pusat yang kuat. Konsep desentralisasi dan otonomi daerah hampir tidak dikenal, dan pemerintahan daerah tunduk pada kebijakan pusat (Heryansyah, 2016). Kemudian sejarah perkembangan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia mencerminkan dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang telah identitas bangsa ini. Pada masa kolonial, Indonesia dikenal dengan pemerintahan sentralistik yang diatur oleh kebijakan Belanda (Kurniawan, 2012). Pada masa itu otonomi hampir tidak ada, dan sebagian besar dikendalikan oleh pusat. Namun, perubahan paradigma otonomi daerah dimulai Sejak era kemerdekaan dilakukan untuk membentuk negara kesatuan yang mulai mencuat.
Pada masa Era Orde Lama melihat pengakuan terhadap keberagaman budaya melalui pembentukan daerah Istimewa, adanya perubahan signifikan terjadi pada masa Orde Baru, di mana kebijakan desentralisasi diperkenalkan pada tahun 1974 (Prasetio, 2022). Tetapi, perubahan tersebut tidak sepenuhnya menghasilkan otonomi yang signifikan bagi daerah. Memicu perdebatan tentang sejauh mana kebijakan tersebut dapat memberikan kewenangan yang nyata kepada daerah. Era Reformasi pada tahun 1998, Indonesia mengalami transformasi politik yang mendalam. Perubahan konstitusi kemudian pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membuka pintu lebar-lebar bagi desentralisasi dan pemberian otonomi yang lebih besar kepada pemerintah daerah. Reformasi politik bagi Indonesia menjadi landasan bagi perubahan.