Penulis: Oktavianus Rumahorbo.
Hari ini saya ingin memperkenalkan kawan-kawan yang menggeluti Aktivitas yang sepi dari perhatian publik. Mereka bekerja untuk memberdayakan orang orang pinggiran, kelompok yang secara ekonomi dan sosial terpinggirkan, cenderung dihindari, bahkan Organisasi Keagamaan dan Organisasi Sosial tak meliriknya, jika kebetulan mereka bersinggungan, hanya sekedar mencuri simpati publik, sesudah itu, dilupakan, bahkan Pemerintah melalui Dinas Sosial cenderung cuci tangan ketika kelompok marginal ini, dipertanyakan kepada petinggi Pemerintahan.
Di Siantar ada beberapa Figur yang menenggelamkan diri, mengurusi Kelompok Marginal ini, dari catatan kami ada beberapa Nama yang cukup pupuler, namun lebih banyak tifak dikenal. Mereka bergerak dan beraktivitas di Jalan Sunyi, sepi dari perhatian masyarakat, bahkan Pemerintah yang seharusnya mengerkakan apa yang digeluti kawan kawan Aktivis Kemanusiaan ini, yang sesuai UUD 45, bahwa seluruh Rakyat Indonesia adalah tanggung jawab Pemerintah, Semua! tidak perduli dia kaya atau miskin, laki atau perempuan, anak anak atau sudah dewasa, sehat apalagi sakit, tua maupun muda, Pejabat maupun Rakyat Jelata, Professional maupun Pengangguran, sekali lagi: SEMUA.
Namun sering kita melihat Orang gila berkeliaran, pengemis di lampu merah, Anak jalanan di trotoan, anak funk di taman-taman, ngopek sampah di TPA, mereka bertahan hidup di kejamnya dunia, di kesepian dengan cara masing-masing.
Beberapa nama yang kukenal di Siantar konsisten bergelut dengan kelompok marginal, memanusiakan Ciptaan Tuhan yang terpinggirkan itu, semoga kiprah kawan-kawan Aktivis di kesepian tersebut, berhasil mengantar kawan-kawan marginal ke strata sosial yang lebih baik.
Hari ini, besok dan lusa aku perkenalkan satu persatu.
1.Togu Simorangkir.
Namanya kukenal justru dari Rekan-rekan Aktivis Sumatera Utara yang berdomisili di Medan, Rurita Ningrum, mantan Sekretaris Eksekutip Daerah Sumut, FITRA (Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran) yang kini jadi Hakim AdHoc Tipikor PN Medan.
Kala itu, Ruri mengkampanyekan program LAPOR untuk Pematang Siantar-Simalungun, Ruri menyarankan Penulis untuk menghubungi Togu Simorangkir.
Aku spontan bertanya ke Ruri, Siapa Si Togu? Lalu Ruri mendelik heran, masa’ Abang nggak kenal Togu? Padahal klian sekampung, ucap Ruri menyelidik, cari di Google Bang, lanjut Ruri ngeledek.
Penasaran aku Googling, dan hups… ternyata Togu lebih populer di Google ketimbang di Siantar.
Agenda LAPOR akhirnya mempertemukan kami di kedai Kopi ‘Patarias’ milik Hotmatua Silalahi, aktivis Karang Taruna Siantar, Togu Simorangkir yang Alumni S2 Oxford University, England ini, ternyata sangat sederhana, dengan stelan Celana Pendek dan Kaos Oblong serta Ikat Kepala dari Ulos Batak, kontras dengan prestasinya yang cukup Elegant.
Dari Mbah Google aku ‘kenal’ track recordnya yang pegiat jalan sunyi. Mengawali ”karirnya’ di Belantara Hutan Tropis Kalimantan, menjadi teman Monyet. Ya teman Monyet betulan, ketika Satu Lembaga Luar yang perduli Kelestarian Hutan dan Penghuninya merekrut Togu Simorangkir menjadi Manager di Yayasan Orang Utan, untuk mengawal Orang Utan dari gangguan Manusia Serakah yang ingin membabat hutan demi mengeruk kekayaan.
Togu dan Crewnya menjalin persahabatan dengan Hutan dan Penghuninya terutama Orang Utan. Suka Duka menjadi Penghuni Hutan untuk mengawal Kelestarian Hutan dan Orang Utan, dilaluinya dengan sukacita bersama Crew, mulai dari Ancaman Binatang Buas, hingga Manusia Buas sudah dihadapinya, ternyata ‘Manusia Buas’ jauh lebih berbahaya dari Binatang buas, ucap Togu seperti berfilsapat, namun sejujurnya pernyataannya adalah Fakta.
Selepas jadi ‘Orang Hutan’ Togu diganjar dengan ‘Beasiswa’ S2 di Oxford Universty, yaitu Universitas nomor Wahid di Negaranya Ratu Elisabet itu. S2 diraihnya untuk kembali ke Hutan Kalimantan mengakrapi ilmu dan Penelitian tentang Orang Utan, hingga kontraknya berakhir dengan prestasi Cum Laude di Yayasan Orang Utan Indonesia.
Setelah bertahun tahun mencerdaskan Orang Utan, Togu Back tu Huta alias pulang Kampung. Orang Tua dan Kampung halaman menjadi ladang pengabdiannya. 2012 dia membangun Yayasan Alusi Tao Toba, dengan Gagasan mendirikan Perpustakaan untuk anak-anak Danau Toba yang kekurangan kesempatan berLiterasi. Togu yakin bahwa Anak Danau Toba, haus ilmu, namun minimnya Fasilitas di lingkungan Desa, menghilangkan kesempatan Anak-Anak Danau mencari Ilmu.
Dengan Semangat yang Kaya, Togu memulai mimpinya dengan mengantar Buku-buku bekas, hasil donasi Rekan-rekannya ke pinggiran Danau Toba, namun Animo Anak Danau yang cukup tinggi memaksa Togu berimprovisasi menggali Dana.Tanpa Founding Rising, atau penyumbang Dana, Program Alusi Tao Toba tersendat, dengan modal Nekat, Togu Simorangkir mengumumkan aksi, Jalan Kaki Keliling Danau Toba sepanjang 300 km lebih, Aksi yang Pertama kali dilakoni Anak Manusia di Danau Toba ini, sukses menghimpun Dana dari para Donatur baik Donatur lokal, Nasional bahkan dari Luar Negeri.
Aksi yang ekstrim ini berbuahkan Satu unit Kapal untuk sarana Perpustakaan Keliling. Beberapa Desa dipinggiran Danau disinggahi secara terjadwal dan Anak Danau sangat antusias menunggu dan memanfaatkan Kapal Perpus ini untuk menimba ilmu dan menjelajahi ilmu pengetahuan.
Perkembangan Perpustakaan kelilingnya menuntut Togu untuk membuka Perpustakaan Permanen di belasan Titik strategis di sudut-sudut daratan Samosir, sekali lagi Togu menggelar Aksi Nekat, Dia mengumumkan rencananya menyebrangi Parapat-Tomok dengan berenang tunggal.
Rancangannya mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan, dan pada hari yang ditentukan beberapa Relawan tim SAR mengawalnya dengan diiringi Satu unit Kapal. Usahanya nyaris gagal ketika kakinya Kram, yang memaksanya naik ke Kapal, hanya karena tekadnya yang membaja membawanya kembali terjun ke Danau untuk menuntaskan niatnya menyebrangi Danau Toba, dan setelah beberapa Jam berenang Route Parapat-Tomok berhasil ditaklukkannya, dan hasil dari Aksi Nekatnya melahirkan Sopo Belajar yang baru di pinggiran Danau Toba.
Aksi yang dibangunnya di Daratan Danau Toba, diestafetkan kepada Kawan-kawannya di Yayasan Alusi Tao Toba, Togu merambah wilayah Taput, tepatnya di Pangaribuan, beberapa titik Perpustakaan berdiri di Sudut Timur Kabupaten Tapanuli Utara tersebut.
Sembari mengawal Yayasan Alusi Tao Toba, Togu juga membangun Usaha untuk menghidupi keluarganya dengan beternak Ayam Bebek dan Lele di Lahan Warisan Ayahnya yang terletak ditepian Satu mata Air di Silulu, Desa yang di Kabupaten Simalungun cukup dikenal yakni Serapuh, dia mengelari diri sendiri dengan Bos Lebay, singkatan dari piaraannya yakni: Lele, Bebek, Ayam.
Aktivitas dan Kreativitasnya justru membubung hingga Jakarta, Andy Noya si Presenter Flamboyan Metro TV mengganjar Togu dengan Andi Noya Award, untuk aktivitasnya dijalan sunyi, rupanya di Kelompok tertentu, ternyata sangat rame.
Dia digelandang Andi ke Studio Metro TV, diwawancarai dan kerjain oleh Andi, sejak itu Togu populer,csehingga aksi aksi penggalangan Dananya sukses untuk aksi aksi sosial.
Kelompok Koor Anak-anak GKPS yang berpusat di P.Siantar merarasakan sentuhannya, Biaya mengikuti pertandingan Paduan Suara di Tokyo terbantu oleh aksi Togu.
Yang bikin heboh adalah Festival Babi yang sukses digelar kelompok anak muda Muara, atas Inisiatip Togu, ketika tersiar program Wisata Halal, berpikir positip merespon yang negatip, dan Festival itu sukses mengundang Wisatawan lokal maupun manca negara.
Ketika Copid 19, menunggingbalikkan peradaban, Togu muncul dengan ide/gagasan Beka Manise (berilah kami hari ini makanan kami yang secukupnya).
Hagasan yang membantu banyak kelompok marginal yang terdampak PSBB, Pasar Dwikora di Parluasan Siantar, tiba-tiba lumpuh, Copid 19 bagaikan setan yang menunggalingkan periuk Rumahtangga pedagang Asongan, tukang sotong dan kelompok ekonomi lemah lainnya, Beka Manise, menghimbau Donatur berbagi Nasi sebungkus, yang hingga kini masih berlangsung untuk pengamen dan ODGJ.
Beberapa bulan terakhir Togu mengurusi ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) yang di kumpulkan di sebuah rumah yang dia namai ”Rumah Langit’. Bersama Volunteer dan Relawan, setiap hari mereka berkeliling membagi nasi bungkusan, sefangkan ODGJ yang mereka ‘rumah’kan diobati ke dokter dan diajari, agar sembuh dan kembali ke kehidupan Normal.
Kini Rumah Langit menjadi pusat kegiatan pemulihan ODGJ dan Rumah Kreasi bagi beberapa aktivis, disana ada ternak lele kreatip,cada kerajinan tangan kreatip dan entah apalagi nanti ide/gagasan nyeleneh Togu.
Di 2020 lalu, Togu juga diganjar ‘Kementerian Pendidikan Nasional’ dengan ‘Literasi Award’ untuk upaya Dia mengembangkan pencerdasan melalui Yayasan Alusi Tao Toba.
(Bersambung).