Simalungun BoaBoaNews.
Indonesia disebut Negara termiskin ke 2 setelah Zimbabwe di Dunia. Predikat ini dirilis World Bank pada April yang lalu, dan Peringkat termiskin ini bukan hal yang baru untuk Indonesia, namun peringkat kedua ini, cukup menyesakkan bagi Pemerintah saat ini.
Salah satu Terobosan Presiden Prabowo untuk mengentaskan kemiskinan adalah gagasan mendirikan Koperasi yang ditandai dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) untuk mendirikan Koperasi yang dinamai Merah Putih diseluruh Desa dan Kelurahan di Negara ini.
Namun banyak kalangan menganggap Inpres ini terlalu dipaksakan dan sangat terburu-buru, sehingga dikwatirkan out putnya tidak sesuai harapan, mengingat Program-program sebelumnya yang hanya menyisakan tunggakan yang sangat besar, membebani keuangan negara.


Pada Sosialisasi Pembentukan Koperasi Merah Putih di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Kamis 8/5-2025 kemaren, Narasumber dari Kementerian Koperasi dan UKM, Hendra Saragih mengatakan bahwa dari Zaman Koperasi Unit Desa (KUD) pada masa Orde Baru, yang berlanjut dengan Kredit Usaha Tani (KUT) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) nyaris tak ada yang berhasil, bahkan yang ada malah tunggakan.
Seperti KUT hasil yang tersisa hanya Utang Kredit yang jumlahnya di awal tahun 2000an sebesar Rp 5,7 Triliun.(Jika di kurs dengan US Dollar, nilai saat ini 5,7 Triliun ini bisa 2 kali Rupiah saat ini), sedangkan program BUMDes yang sudah beberapa tahun bergulir, justru meningkatkan ranking angka kemiskinan yang bertengger di Peringkat 2 Dunia.
Dari Paparan Hendra Saragih Program dari Presiden ini harus di sukses kan dalam waktu yang hanya beberapa bulan harus berdiri paling lambat Juli 2025 ini.
Paparan yang dilanjutkan dengan tanya jawab baik oleh Peserta maupun Wartawan, Hendra mengatakan bahwa modal awal yang dikucurkan adalah Kredit, yang harus dikembalikan. Penjelasan ini berbeda dengan informasi awal yang mengatakan bahwa modal awal yang dikucurkan Pemerintah Pusat adalah HIBAH ternyata KREDIT.
Penetapan Biaya Akte Koperasi dan Modal Awal Koperasi mengundang Perdebatan.
Penghunjukan Notaris yang berhak menerbitkan Akte Koperasi yang hanya 8 orang untuk 417 Desa dan Kelurahan di Simalungun ini tak luput dari perhatian Peserta Sosialisasi. Entah berdasar peraturan apa, dan oleh siapa, hanya ke 8 Notaris ini yang ditunjuk dan berhak menerbitkan Akte Koperasi Merah Putih ini. Uniknya Notaris yang hanya Satu-satunya ada di Ibu Kota Simalungun ini yakni di Pematang Raya, justru tidak disertakan sebagai Notaris yang berhak menerbitkan Akte Koperasi ini.
Biaya Akte.
Biaya yang disepakati per Satu Akte adalah Rp 2,5 juta, namun ketika Hendra Saragih mengatakan di Sulawesi bisa lebih murah yakni hanya Rp 1,5 juta, Ketua APDESI (Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) cabang Simalungun yang juga Kepala Desa Rambung Merah Tumpal Sitorus mengusulkan kepada 8 Notaris yang ditunjuk agar biayanya diturunkan menjadi Rp 2 juta per 1 Akte. Namun permohonan APDESI justru di mentahkan oleh Kennedi Silalahi yang Salah satu Kabid di Dinas Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat, dengan Usulan agar Biaya pengurusan Akte ditetapkan Rp 2,5 juta, lebih tinggi dari usulan APDESI.
Usulan Salah Satu Kabid Dinas Pemerintahan Desa dan penghunjukan Notaris ini menjadi teka-teki sebagian peserta Sosialisasi yang memprediksi adanya KOLUSI antara Oknum Pemerintah Kabupaten Simalungun dengan kelompok tertentu di pembentukan Koperasi ini.
Adil Saragih salah seorang pemerhati Koperasi yang ditetapkan sebagai Pendamping Koperasi mengatakan bahwa Pembentukan Koperasi Merah Putih ini harus diawasi oleh masyarakat dengan ketat, karena peluang melakukan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN) bagi Aparat Desa dengan Aparat Kabupaten sangat besar ucapnya.
Pernyataan Adil ini diaminkan beberapa Aktivis yang nimbrung seusai Sosialisasi, Rudi mengatakan usulan Biaya Penerbitan Akte yang diusulkan Kennedi dan Penunjukan Notaris, menjadi salah satu Indikator, ditambah lagi teriakan Mayoritas Pangulu(Kepala Desa) ketika kawan dari LSM FUTRA menarasikan kegagalan Program di Desa seperti KUT dan BUMDes. Sikap yang dipertontonkan Pangulu, Kennedi dan Notaris tersebut adalah Indikasi Penolakan terhadap Upaya Pemerintah Pusat yang Anti KKN, ucap Rudi kesal.
Koperasi ini sangat diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Rakyat, namun sangat Rawan di Korupsi oleh Kepala Desa melalui Prosedur KKN, oleh karena itu, mari Masyarakat semakin cerdas, awasi sejak Pembentukan hingga pelaksanaan, ujar Adil Saragih serius.
Dalam paparannya utusan Kemenkop Hendra Saragih mengatakan bahwa Jumlah Dana yang bakal dikucurkan bervariasi di setiap Desa, Besaran Dana disesuaikan dengan Permohonan yang Diajukan oleh Koperasi dengan nilai maksimum Rp 5 Milliar,-.
Dalam Musyawarah Desa Khusus (Musdeskus) wajib diundang warga yang mewakili kelompok-kelompok yang ada di Desa.(pu-02).