Oleh: Oktavianus Rumahorbo
2. MILTON NAPITUPULU STh
Natal 1994, Terminal Bus Sukadame (Parluasan) sudah sepi, Jam menunjuk waktu, 19.30. Aku meluncur ke pusat Terminal yang bila siang, sangat berisik, tetapi begitu Sang Surya tenggelam, Terminal Sukadame, juga tenggelam di kesunyian (saat itu), tapi malam itu, tidak demikian ada panggung dan temaram cahaya listrik, dan ketika aku mendekat ada geluat kesibukan, ada puluhan Anak Jalanan, Tukang Semir, dan pedagang asongan, mengerumuni Panggung.
Di depan Panggung ada deretan kursi plastik, aku memilih duduk di barisan depan, kulirik hadirin yang hadir tak lebih dari hitungan jari sebelah yang kukenal, dan sebelum otakku mencerna situasi, tiba2 suara dari mikropon menggema, Acara kita mulai, hadirin kami undang berdiri, dan ketika mataku kuarahkan ke Panggung, disana berdiri seorang Pemuda berambut Gondrong, dengan stelan baju lengan panjang dan Celana Lee.
Aku tak kenal dia, namun setelah memperkenalkan diri, aku baru menyadari Dialah yang mengundang Media kami, yg mengutus aku hadir di acara tersebut.
Milton Napitupulu STh, bukancseorang Pendeta walau Dua lulusan STT HKBP.
Dia memperkenalkan Lembaga yg menggelar acara tersebut, BONKARI (Bina Olah Nalar Karya Anak Rakyat Infonesia).
Setelah sambutan, Nyanyi dan Doa, Anak2 Jalanan bergantian naik ke Panggung mengusung selembar Karton yang berisi Kalimat kalimat pendek, itulah Liturgi mereka, tidak ada yg menghapal dan mengutip Ayat2 Alkitab, liturgi mereka adalah kehidupan mereka sehari hari, di Karton yg mereka angkat diatas kepala, terbaca tulisan dgn hurup cetak tebal dan besar, yg bisa dibaca pengunjung yg duduk di kursi plastik di depan panggung, isinya?:
*Aku tukang semir, uang yang aku dapat dapat membantu Ayah Ibu, menutup belanja seharihari*
* Aku hidup dijalanan aku tak kenal siapa bapakku, ibuku kawin lagi*
* Aku tak butuh belas kasihan, aku butuh Orangtua Asuh*
Dan banyak lagi Kalimat yang diusung Anak Jalanan secara bergantian.
Wajah dan tampilan Anak2 tersebut cukup memprihatinkan, pakaian lusuh hanya satu dua yg nampak bersih, sebagian besar tampil apa adanya, bahkan ada Anak yg tak sempat mandi, namun guratan semangat tergambar di wajah2 mereka yg keras.
Even itu yang memperkenalkan aku dengan Sosok Milton Napitupulu, yang setelah BONKARI dibubarkan, sempat ke Medan Jakarta dan Nias, masih bergelut dengan Anak dan sejak 2010 lalu menggelar Milton Ministry yang bergerak di Dunia Sunyi, menggumuli *Bincang bincang melepas beban dengan Doa dan Bantuan kepada Orang orang yang tertekan, orang yg menderita, miskin, papa dan terpinggirkan.
Menggalang Donasi dari Orang2 yg perduli, membagikan bantuan kepada yg membutuhkan, tak ada materi, morilnya yg disegarkan.
Milton disebut Aneh, ada yg menuding tdk waras bahkan ada yg menuduh sakit saraf, namun banyak yg mendukung dan menyumbang, dan hingga kini Milton Ministry tetap Eksis, disituasi ekonomi yg terpuruk, semangatnya tak pernah pudar, melangkah walau tertatih, maju ke depan, tak kenal surut.
Anak2 ex Bonkari yg sudah ‘mentas’ banyak mendukung, orang2 yg terbantu, banyak yg berdonasi, Milton pribadi juga butuh bantuan, terutama Milton Ministry, jalan sunyi setia ditelusuri.
Milton Napitupulu Pegiat Sosial berjalan di Jalan Sunyi, sepi dan terpinggirkan, pilihan yang sangat sulit, namun harus dijalani.
Ada kalanya Dia Rejeki Melimpah menghampirinya ketika ‘Save the Children’ sebuah Non Goverment Organisation Luar Negeri mengontraknya memulihkan Anak2 Nias, Pasca Tsunami di tahun 2000an, Rejeki yg muncul diatas kesedihan, ketika anak2 Nias banyak yg menjadi Yatim/Piatu atau Yatim Piatu.
Ditangan Milton bersama Save the Children, trauma tsunami, perlahan menghilang dan Anak2 yg dulu mereka asuh, kini banyak yg sudah berhasil di study atau di pekerjaan.
Milton, tetap di Jalan Sunyi, kini, entah sampai kapan.
‘Las ROHakku’ menjadi symbol pengabdiannya, sesulit apapun kondisimu, ucapkan Las ROHakky, Senang Hatiku, I’m Joy full, ucapan ini memompa semangat untuk tetap mengucap syukur, sesulit apapun jalan yg kau tempuh, ucap Milton Yakin.
Las Rohakku.