Bandar Pasir Mandoge BoaBoaNews.
PT.SPR (Sari Persada Raya) menyewa PREMAN dari Medan untuk Menyerang dan memukuli Warga PETANI Huta Bagasan, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, pada hari Sabtu, 05 Augustus 2023, pukul 10.00 WIB.
Disaat Rakyat Indonesia sedang bersiap menyambut HUT RI ke 78, Warga Pasir Mandoge, justru sebaliknya, Warga yang dominan berprofesi Petani tersebut, mengalami bentuk Penjajahan versi baru, ketika 107 orang Preman yang disewa PT SPR datang ke Pemukiman mereka untuk menjajah mereka, agar tanah warisan nenek moyang mereka bisa dikuasai oleh PT SPR secara utuh.
Kronologis ‘Penjajahan Gaya Baru tersebut terjadi di lahan Sengketa yang sudah berlarut larut tak terselesaikan, baik oleh BPN Asahan, maupun Pemerintah Kabupaten Asahan.
Sabtu 05-08-2023 pagi itu, Warga sedang berkumpul di Areal Sengketa sedang berhadapan dengan Antoni Panjaitan dan Agung, mewakili PT SPR, ketika Dialog sedang berlangsung, Satu Unit Bus, berhenti di lokasi, lalu ratusan penumpang Bus turun berhamburan dan langsung menyerang para Petani yang tidak menduga sama sekali, adanya serangan dari Preman Sewaan PT SPR.
Serangan mendadak tersebut langsung memporak porandakan para Petani yang terkejut dan menjadi bulan-bulanan para Preman, akibatnya hampir semua Petani, Perempuan maupun laki-laki babak belur dan yang paling parah ada 6 orang, 1 orang (W.Sinurat) terkapar pingsan, 3 orang luka berat, 2 orang lagi menderita trauma berat, sedangkan puluhan lainnya luka ringan.
Menurut salah seorang Petani bermarga Manurung, yang diwawancarai BoaBoaNews tadi pagi di Polsek Pasir Mandoge, Perebutan lahan ini sudah terjadi sejak 1985, ketika Orde Baru masih berkuasa. Kala itu, Rakyat tidak berani menentang Pemerintah apabila Titah Pemerintah sudah Turun, namun sejak Orde Baru Tumbang, Rakyat mulai berani menuntut Hak-haknya yang dulu dirampas oknum-oknum tertentu dengan bertopengkan Pemerintah.
Manurung mengatakan bahwa Huta Bagasan tempat lahan sengketa, telah dikuasai Nenek Moyang mereka sejak tahun Seribu Delapan Ratusan. Saat itu di daerah asalnya sekitar wilayah Porsea, terjadi kemelut, Rakyat di Agitasi dan diadu domba oleh antek-antek Penjajah Belanda yang sudah berniat menguasai Tapanuli secara utuh.
Sebagian Warga menerobos Hutan Bukit Barisan, untuk menghindarkan Perang antar Huta, mencari daerah baru untuk tempat bermukim yang aman. Pengungsi yang datang berkelompok bertemu di Huta Bagasan dan memulai hidup baru di ‘Huta Bagasan’ yang artinya KAMPUNG DIPEDALAMAN, KAMPUNG YANG JAUH dari pemukiman.
Menurut cerita nenek moyang mereka yang dituturkan secara lisan, turun temurun hingga pewaris yang kini mendiami lahan sengketa tersebut, Nenek Moyang mereka sempat berpindah pindah di tengah hutan belantara, sebelum akhirnya memutuskan bermukim di tempat tersebut.
Ketika PT SPR Merampas lahan tersebut, orang tua mereka, mengadakan perlawanan, namun Orde Baru tak memberi mereka kesempatan, dan untuk mempertahankan hidup, mereka meminggir, namun tak sudi melepas begitu saja.
Dan ketika Orde Baru tumbang, mereka berjuang merebut kembali tanah yang dulu telah menumpahkan keringat dan darah orangtua mereka. Secara Perlahan mereka berhimpun dan sejengkal demi sejengkal, tanah warisan nenek moyangnya, mereka rebut secara pelan.
Saat ini Ratusan Petani mulai merebut kembali warisan nenek moyang mereka, PT SPR Merasakan gerah dan tak sudi melepasnya, hingga nekat menyewa Preman untuk mengusir Petani Pewaris lahan tersebut dan puncak kebrutalan PT SPR terjadi kemaren 05/08-2023, ketika secara arogan mereka menyewa Preman memukuli Petani yang nota bene Pewaris lahan yang sesungguhnya.
Polres Asahan yang diwakili AKP Frans Simanjuntak menghentikan bentrok dan mengundang kedua belah pihak bertemu di Polres Asahan pada hari Rabu mendatang tanggal 8 Augustus 2023.
Diduga Gesekan antara petani Huta Bagasan kec.Bp mandoge dengan perusahan kelapa sawit Pt.SPR(sari persada raya) terjadi,
Terbaru,saat wartawan Boaboa News mewawancarai di halaman polsek Bandar Pasir Mandoge kepada salah satu petani bp.Manurung. apakah ada pihak PT.SPR saat kejadian di lapang? Bp.Manurung menjawab ada, yaitu Antoni Panjaitan..Kordinator keamanan…Agung…askep.
Diduga Akibat bentrokan 6 orang petani mengalami luka-luka, diantara nya 3 terluka parah dan 1 orang terkapar(W.Sinurat). Timbul nya masalah terjadi karena saling klaim lahan kelapa sawit yang luas nya kurang lebih 2000.Hektar yang menurut kedua kubu dimiliki secara legal,perebutan lahan bekas HGU Pt.SPR ini terus meruncing.
Kronologis yang dihimpun BoaBoa News, PT.SPR kali ini berawal saat pukul 10.00 wib,saat itu pihak perusahan datang dengan bus pariwisata yang berisikan Preman sewaan dari Medan yang berjumlah 107 orang untuk memberikan perlawanan terhadap petani,saat pihak perusahaan melakukan pembicaraan terhadap petani di tengah lapangan lahan sengketa,dengan antusias petani berkumpul dan sambil mendengarkan pembicaraan tersebut,secara tiba-tiba preman sewaaan Pt.SPR dengan sangar dan arogan turun dari bus pariwisata dan dengan gaya tergesa gesa dan bringas langsung menyampari petani dan melakukan kontak fisik ke salah satu petani yang mengakibatkan terjadi kerusuhan dan keributan yang mengakibatkan terjadi nya adu pukul,dan pelempran batu antar preman sewaan dengan masyarakat petani,akibat lemapran-lemparan batu tersebut memakan korban dan pecah nya kaca bagunan kantor yang berada di areal tersebut, bentrokan pun tidak dapat di hindar kan sehingga buntut bentrokan ini sebagian petani mengalami luka-luka yang cukup parah, dengan perilaku keperemanan nya,preman sewaan PT.SPR membabi buta melakukan kekerasan terhadap kelompok masyarakat petani, atas tindakan preman tersebut ada beberapa petani mengalami luka luka cukup parah,pecahnya kepala salah satu petani(Ucok) yang tidak mau di sebut nama nya, dan terkapar nya petani akibat benturan benda keras(Batu) salah satu petani yang terkapar akibat pukulan mengatakan ” mungkin aku di lempar batu besar sihingga lengan tangan kanan ku terbentur dan tulang sendi tangan antara bahu ku bergeser dan bengkak” di tambah 4 Orang langsung di larikan ke puskesmas Bp.Mandoge sekaligus melakukan visum. Inilah Arogansi preman sewaan PT.SPR terhadap kami tidak mengenal kemanusiaan yang beradap cetus bapak Manurung. Dengan kejadian itu satuan polsek BP.Mandoge sigap mengaman kan keributan tersebut agar tidak semakin lama dan banyak nya korban akibat keributan tersebut. Tidak berselang waktu yang lama Kapolsek BP.Mandoge AKP Juni Hendrianto bersama kepala Desa Huta Bagasan Candra Manurung pun tiba di TKP dan merekapun melakukan mediasi dan pengecekan OTK tersebut kelokasi perumahan perusahan, dan Menurut informasi yang kami terima, jumlah OTK tersebut adalah 107 orang.
Menurut informasi yang diterima oleh awak media bahwa para OTK” tersebut sengaja di turunkan pihak Pt.SPR untuk melawan masyarakat…selanjutnya kepolisian dan pemerintahan melalui kepala desa meminta kepada pihak perusahaan SPR supaya memulangkan 107 orang tersebut untuk menjaga ke kondusipan …dan perusahan pun memulangkan 107 orang tak di kenal tersebut dengan catatan supaya di kawal oleh kepolisian ..dan selajutnya perwakilan dari Penggarap dan perusahaan di ajak ke Polsek untuk di mediasi oleh Kasat Intel dan Kasat Reskrim Polres Asahan..dan tepat pukul 16 30 Wib kedua belah pihak di beri arahan oleh Kasat Intel polres asahan AKP.Frans Simajuntak mengatakan ” di sini kita bukan mau tanya jawab tetapi saya tegaskan kasus ini kami ambil alih ke polres…dan hari Selasa 8-agustus kedua belah pihak kami undang datang ke polres Asahan bawa bukti masing masing …dan menunggu hari Selasa tolong jaga ke kondusipan keamanan…kata beliau di akhir Arahannya…usai arahan kasat Intel tersebut…semuanya bubar dari Polsek Bandar Pasir Mandoge dan…Saat masyarakat masih berkumpul di halaman polsek Bp.Mandoge wartawan Boaboa News bertanya lagi ke salah satu koordinator kelompok masyarakat petani huta Bagasan Bersatu Bapak N.Silalahi ;mengatakan ini tanah leluhur kami, wajar kami beregenerasi di lahan leluhur kami,inilah sebenarnya menjadi dasar masyarakat meminta pemkab Asahan harus dapat menyelesaikan konflik-konflik yang kami alami ini,karena jika tidak akan banyak pihak masyarakat bekerja sebagai petani penggarap yang menjadi korban. Mulai dari perkumukiman,Mesjid(tempat ibadah) kami di gusur,tanaman di lahan pertanian kami di rusak. Bahwa ini kami sampaikan sebagaimana,tanah kami yang terdiri dari lahan permukiman(perkampungan) dan lahan pertanian yang sudah kami kuasai turun temurun sejak 1857 telah di rampas oleh pihak perkebunan Pt.PSR sejak tahun 1985.
Ibu J.br.Tampubolon menambahkan, bahwa permaslahan sengketa lahan antara sejumlah kelompok masyarakat desa Huta Bagasan Kec.Bp.Mandoge Kab.Asahan dengan Pt.SPR sejak tahun 1985 hingga sekarang masih bersengketa dan belum ada penyelesaian dari pihak perkebunan Pt.SPR. ibu J.br.Tampubolon mengatakan bahwa persoalan ini telah diadukan ke pihak kepolisian maupun ke PDRD Asahan dan masih di proses oleh aparat-aparat hukum kepolisian resort Asahan.
Tuntutan perjuangan ini akan kami terus lakukan dan pemerintah daerah kami berharap segera beri kepastian atas status lahan garapan tersebut. Tandas nya.
Diketahui konflik Agraria yang terjadi di Kec.Bp.Mandoge terkait saling klaim lahan HGU PT.SPR dengan masyarakat.
Menurut salah satu masyarakat petani sekaligus koordinator Bp. N.silalahi menambahka, kami menuntut agar pemerintah kabupaten Asahan memberikan jalan terang atas lahan leluhur kami. sebagia tuntutan masyarakat menduga sejak awal berdirinya HGU tersebut pihak perusahaan telah banyak melakukan pelanggaran hukum. Oleh karena itu kami menyampaikan kepada kepala Badan Pertanahan Nasional(BPN) agar; Mencabut hak areal HGU masuk di kawasan hutan, kedua; agar permohonan perkebunan PT.SPR yang menambah atau memperluas izin HGU di Kec.Bp.Mandoge khususnya lahan dilahan desa Huta Bagasan Kec.Mandoge Kab.Asahan segera di hentikan. Tandas Bp.N.silalahi dengan lantang.
Penulis Berita: Frans E Nadapdap
Editor: tavi.