BOABOANEWS.COM – Siang itu, langit Pematangsiantar tak tampak muram. Tapi siapa sangka, di balik terik matahari yang menyengat, tragedi memilukan justru menanti. Rindy Liviani (20), gadis muda penuh harapan dari Tapian Dolok, pergi meninggalkan rumah dengan semangat membara—ia pamit kepada sang ayah, Nurdin, untuk mencari pekerjaan. Tapi takdir berkata lain. Hanya dalam hitungan jam, Rindy pulang ke rumah dalam kondisi tak bernyawa.
Sebuah aksi penjambretan di siang bolong, tepat di Jalan SM Raja dekat Simpang Jalan Pendidikan, Senin 9 Juni 2025, mengubah hari yang biasa menjadi mimpi buruk bagi keluarga dan warga sekitar. Rindy, korban malang itu, tak hanya dirampok, tapi juga kehilangan nyawanya setelah berusaha mengejar pelaku dengan keberanian yang luar biasa.
“Dia cuma mau cari kerja, Pak. Anak saya cuma mau bantu keluarga. Tapi yang dia dapat malah kematian,” kata Nurdin dengan suara tercekat, air matanya jatuh membasahi pipi yang lelah.
Drama Berdarah di Tengah Kota
Sekitar pukul 11.30 WIB, Rindy dan temannya, Suci Ayu Ningsih (21), melaju di atas sepeda motor menuju kawasan Simpang Dua, berencana melamar kerja ke sebuah pabrik pengalengan. Tapi perjalanan mulia itu terhenti secara keji ketika dua pria dari arah belakang—dikenal sebagai Nanda dan Aditya, warga Sibatu-batu—menyerobot dari sisi kanan.
Tanpa peringatan, tas Rindy ditarik secara brutal. Bukannya menyerah, Rindy dan Suci justru menunjukkan keberanian luar biasa. Mereka memutar balik, mengejar dua pelaku yang mencoba kabur ke arah Universitas Simalungun. Tapi di sinilah maut menunggu.
Dalam adu kecepatan yang mendebarkan, motor pelaku menghantam mobil Suzuki Ertiga BK 1391 WD di tengah median. Sementara motor yang dikendarai Rindy hilang kendali dan menghantam pohon keras-keras. Tubuh Rindy terlempar. Nafasnya terhenti di tempat.
Suci, yang masih hidup namun dalam kondisi kritis, dirawat intensif di RS Efarina. Trauma berat menggelayuti wajahnya yang pucat. Belum sempat berbicara banyak, ia hanya bisa menggenggam tangan keluarganya—diam, hancur, dan tak percaya.
Amukan Massa
Kabar cepat menyebar. Warga sekitar yang menyaksikan pelaku tergeletak usai tabrakan langsung dikuasai emosi. Nanda dan Aditya tak sempat kabur. Puluhan orang mengerubungi mereka, tangan mengepal, amarah meledak. Dalam hitungan menit, tubuh pelaku babak belur—satu di antaranya pingsan, yang lain tulangnya patah.
“Warga udah enggak tahan. Ini bukan pertama kalinya ada kejadian jambret di sini. Tapi kali ini korbannya gadis baik-baik, sampai meninggal lagi!” teriak seorang saksi di lokasi kejadian.
Polisi datang tak lama kemudian. Dengan susah payah, aparat membubarkan massa dan mengevakuasi kedua pelaku ke RSUD Dr Djasamen Saragih. Karena keterbatasan fasilitas, keduanya dirujuk ke RS Vita Insani.
Kepolisian memastikan, meskipun dalam kondisi terluka parah, keduanya tetap akan diadili. Mereka dijerat Pasal 365 KUHP: pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Jika terbukti bersalah, ancaman hukuman berat menanti.
Tangis Pilu Keluarga
Di lorong rumah sakit, suasana hening hanya dipecah oleh tangis Nurdin yang masih menggema. Sosok ayah yang semula penuh harapan kini luluh lantak, kehilangan cahaya hidupnya. Rindy adalah anak kedua dari empat bersaudara, si tulang punggung keluarga yang hendak mengubah nasib.
“Saya cuma pengin pelaku dihukum seberat-beratnya, Pak. Jangan ada lagi anak orang yang pulang tinggal nama,” ucapnya lirih, menggenggam foto terakhir putrinya.
Sementara itu, jenazah Rindy disemayamkan di RSUD Djasamen Saragih, dibawa pulang ke kampung halaman beberapa jam kemudian. Di tempat yang sama, Suci masih bertarung dengan luka luar dan dalam yang belum tentu bisa sembuh sepenuhnya.
Ketegangan Kota yang Tak Pernah Reda
Aksi penjambretan ini menyisakan luka, bukan hanya bagi keluarga korban, tapi bagi seluruh masyarakat yang menyaksikan kekejian yang membunuh harapan seorang gadis.
Pematangsiantar mungkin akan tenang kembali. Tapi untuk keluarga Rindy, luka ini abadi. Ia pergi sebagai korban, tapi juga sebagai simbol keberanian—dan tragedi—yang mengguncang hati siapa saja yang mendengarnya. (*)